Kota Jambi, 10 Februari 2025,

(Penjelasan oleh Bidang Hukum AWaSI Jambi: Advokat Sonny J.P Pardede, S.H)

  1. Pendahuluan

Berbicara dengan nada kasar atau memaki seseorang di tempat umum bukan hanya menjadi persoalan etika semata, tetapi juga dapat berimplikasi hukum. Dalam konteks ini, Bidang Hukum AWaSI Jambi melalui Advokat Sonny J.P Pardede, S.H menegaskan bahwa hukum Indonesia telah mengatur ketentuan pidana maupun perdata bagi pelaku penghinaan. Artikel ini akan mengulas secara komprehensif mengenai sanksi hukum memaki orang lain di tempat umum, termasuk kemungkinan gugatan perdata jika korban merasa dirugikan.

 

  1. Tentang AWaSI Jambi

Pernah membayangkan apa jadinya jika jurnalis siber, LSM, dan advokat bersatu dalam satu gerakan? Di sinilah AWaSI (Aliansi Wartawan Siber Indonesia) Jambi memainkan perannya. Organisasi ini memadukan ketajaman investigasi media digital, kekuatan advokasi sosial, serta kepastian pendampingan hukum, demi mengawal transparansi dan memberantas korupsi.

Berangkat dari semangat independensi dan profesionalisme, AWaSI Jambi tidak sekadar menyuarakan kebenaran—namun berupaya mendorong partisipasi aktif masyarakat agar tercipta ruang publik yang lebih bersih, adil, dan berintegritas. Bergabung dengan AWaSI Jambi berarti turut menyalakan lentera perubahan di era informasi tanpa batas.

Kontak Bidang Hukum AWaSI Jambi:

  • Advokat Sonny J.P Pardede, S.H (0823-1296-6678)

 

  1. Definisi “Memaki” dan Batasannya
  1. Memaki Menurut KBBI
    Mengucapkan kata-kata keji, tidak pantas, atau kurang sopan untuk menyatakan kemarahan atau kejengkelan. Contohnya: “bajingan,” “goblok,” “anjing,” dan sebagainya.
  2. Perbedaan Memaki vs. Pencemaran Nama Baik
    • Pencemaran Nama Baik (Pasal 310 KUHP): Melibatkan tuduhan seseorang melakukan perbuatan tertentu yang menurunkan kehormatan atau martabat.
    • Penghinaan Ringan (Pasal 315 KUHP): Menghina tanpa menuduh perbuatan tertentu, umumnya berupa kata-kata kasar, hinaan, atau umpatan langsung.
Baca juga:  AWaSI Jambi Desak Pengusutan Tuntas Dugaan Penganiayaan dan Penyekapan oleh Oknum Aparat dan Sipil

 

  1. Dasar Hukum Penghinaan Ringan

Menurut Advokat Sonny J.P Pardede, S.H dari Bidang Hukum AWaSI Jambi, terdapat dua payung hukum utama terkait penghinaan ringan:

  1. KUHP Lama
    • Pasal 315 KUHP: Mengatur penghinaan ringan yang tidak berupa pencemaran tertulis atau tuduhan kejahatan tertentu. Ancamannya adalah pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau denda maksimal Rp4,5 juta (sesuai penyesuaian Perma No. 2 Tahun 2012).
  2. UU 1/2023 tentang KUHP (Berlaku Penuh 2026)
    • Pasal 436: Mengatur kembali penghinaan ringan dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak kategori II (Rp10 juta).

Catatan: Jika kata-kata kasar tersebut diiringi “tuduhan spesifik” bahwa korban melakukan perbuatan pidana, maka dapat beralih menjadi Pasal 310 atau 311 KUHP (pencemaran nama baik).

 

  1. Delik Aduan dan Proses Hukum

Penghinaan ringan merupakan delik aduan, artinya penegak hukum hanya akan memproses jika korban mengajukan laporan. Tanpa pengaduan, kasus tidak dapat dilanjutkan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 440 UU 1/2023, yang menyatakan bahwa tindak pidana penghinaan ringan tidak dapat dituntut bila tidak ada pengaduan.

5.1. Reaksi Hukum Praktis

  1. Laporan Kepolisian: Korban melaporkan pelaku dengan bukti (saksi, rekaman video, dsb.).
  2. Upaya Mediasi: Terkadang disarankan oleh kepolisian sebelum perkara naik ke pengadilan.
  3. Pengadilan: Jika proses mediasi gagal atau tidak ditempuh, kasus dapat berlanjut ke pengadilan.
Baca juga:  Kemendagri Dorong Pemda Tingkatkan PAD Guna Wujudkan Pembangunan Menuju Indonesia Emas

 

  1. Jalur Perdata: Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)

Selain ranah pidana, korban juga dapat mengajukan gugatan PMH berdasarkan:

  • Pasal 1365 KUH Perdata:

“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian.”

  • Pasal 1372 KUH Perdata:

“Tuntutan perdata tentang hal penghinaan diajukan untuk memperoleh kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik.”

Unsur PMH:

  1. Ada perbuatan melawan hukum (menghina dengan kata-kata kasar).
  2. Menimbulkan kerugian nyata atau imateriel (rasa malu, reputasi rusak, dsb.).
  3. Dilakukan karena kesalahan (sengaja atau lalai).
  4. Hubungan sebab-akibat antara perbuatan dan kerugian.

Hasil Gugatan PMH:

  • Ganti Rugi Materiel: Jika korban membuktikan kerugian ekonomi.
  • Ganti Rugi Imateriel: Kehilangan nama baik, tekanan psikis.
  • Pemulihan Nama Baik: Bisa berbentuk permintaan maaf atau klarifikasi publik.

 

  1. Contoh Kasus Fiktif

Berikut sebuah kasus buatan untuk memudahkan pemahaman:

  • Pelaku: Wahyu, pemilik restoran terkenal.
  • Korban: Toni, seorang kurir yang mengantarkan pesanan.

Kronologi:

  1. Toni terlambat mengantarkan pesanan bahan makanan karena kemacetan.
  2. Wahyu, merasa kesal, langsung memaki di depan karyawan lain dengan kata-kata, “Kamu ini tolol! Gak becus kerja!”
  3. Perkataan kasar tersebut didengar oleh sejumlah staf dan pelanggan restoran. Toni merasa terhina di muka umum.
  4. Toni merekam perkataan Wahyu untuk bukti.

Analisis Hukum:

  • Toni dapat melapor ke polisi atas dasar Penghinaan Ringan (Pasal 315 KUHP) karena Wahyu tidak menuduh Toni melakukan kejahatan, melainkan hanya memaki.
  • Jika dalam proses pemeriksaan laporan ternyata memenuhi unsur pidana sesuai pasalnya,  Wahyu dapat diancam dengan pidana penjara selamal 4 bulan 2 minggu atau dikenakan denda.
  • Jalur perdata: Toni bisa menggugat Wahyu untuk meminta ganti rugi atas dampak psikologis, reputasi buruk, dan meminta permintaan maaf terbuka.
Baca juga:  Viral Dimedsos, Satreskrim Polres Muaro Jambi Gerak Cepat Tindaklajuti Terkait Postingan Gudang Minyak Diduga Ilegal

 

  1. Tips Menghindari Sengketa Hukum
  1. Jaga Etika Komunikasi: Usahakan menahan diri saat emosi memuncak.
  2. Bicarakan Secara Baik-Baik: Selesaikan masalah melalui diskusi atau mediasi.
  3. Hindari Kata-Kata Kasar: Terutama di depan umum atau media sosial.
  4. Cari Pendampingan Hukum: Jika terlanjur terjadi permasalahan, segera konsultasikan dengan advokat tepercaya.

 

  1. Kesimpulan
  1. Memaki di tempat umum dapat diancam pidana berdasarkan Pasal 315 KUHP (dan Pasal 436 UU 1/2023 mulai tahun 2026).
  2. Penghinaan ringan adalah delik aduan, sehingga dibutuhkan laporan dari korban.
  3. Korban memiliki opsi menempuh jalur pidana ataupun perdata (PMH) untuk menuntut ganti rugi dan pemulihan nama baik.
  4. Menurut Advokat Sonny J.P Pardede, S.H selaku Bidang Hukum di AWaSI Jambi, bijaklah dalam berinteraksi, terutama di ruang publik maupun media digital, agar terhindar dari risiko hukum.

 

Tentang Penulis dan Kontak PERS

  • Penulis:
    • Kang Maman – Andrew Sihite (Jurnalis Muda)
    • No. Telepon: 0816-3278-9500

Penafian: Artikel ini bertujuan memberikan informasi umum dan bukan sebagai pengganti nasihat hukum profesional. Jika Anda mengalami masalah terkait penghinaan, disarankan berkonsultasi langsung dengan ahli hukum untuk pendampingan lebih lanjut.