Kota Jambi, 26 Januari 2025

Pagar beton Gudhas Village yang berdiri angkuh di Jl. Adam Malik, Kecamatan Jelutung, Kota Jambi, adalah tamparan keras bagi aturan hukum dan tata ruang di Kota Jambi. Meski telah dilaporkan berkali-kali oleh masyarakat, aktivis, dan media kepada Dinas PUPR Kota Jambi, pagar ini tetap berdiri kokoh. Tak ada langkah nyata dari pemerintah untuk menindak pelanggaran yang jelas-jelas mencolok mata ini. Apakah hukum hanya berlaku untuk rakyat kecil?

 

Pelanggaran yang Dilakukan oleh Gudhas Village

Berdasarkan temuan lapangan dan audiensi dengan Dinas PUPR Kota Jambi, pagar Gudhas Village diduga melanggar berbagai aturan nasional terkait tata ruang, bangunan gedung, dan keselamatan publik, yaitu:

  1. Pelanggaran Jarak Sempadan Jalan (Garis Sempadan Jalan – GSJ)
    • Aturan: Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bangunan, termasuk pagar, harus memenuhi jarak minimum dari garis tengah jalan sesuai ketentuan tata ruang.
    • Fakta: Pagar Gudhas Village dibangun hanya beberapa meter dari tepi jalan, jauh dari standar jarak minimum untuk bangunan di dekat jalan utama.
    • Dampak: Mengurangi ruang bagi pejalan kaki, mengganggu arus lalu lintas, dan meningkatkan risiko kecelakaan.
  2. Pelanggaran Ketinggian dan Material Pagar
    • Aturan: Sesuai UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan PP No. 16 Tahun 2021, pagar bagian bawah (maksimal 60 cm) boleh menggunakan beton, sedangkan bagian atas (maksimal 90 cm) harus menggunakan material transparan untuk menjaga visibilitas.
    • Fakta: Tinggi pagar Gudhas Village mencapai 2,5 meter dengan material beton penuh, melanggar ketentuan transparansi yang diwajibkan untuk keselamatan pengguna jalan.
  3. Pelanggaran terhadap Keselamatan Publik
    • Aturan: UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 273 dan Pasal 274, melarang hambatan fisik di sekitar jalan yang berpotensi mengganggu keselamatan lalu lintas.
    • Fakta: Lokasi pagar yang terlalu dekat dengan jalan dan desainnya yang masif menghalangi visibilitas pengendara serta meningkatkan risiko kecelakaan di kawasan tersebut.
  4. Pelanggaran Administratif: Tidak Sesuai dengan PBG dan SLF
    • Aturan: Berdasarkan PP No. 16 Tahun 2021, setiap bangunan gedung wajib memiliki Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang sesuai dengan standar teknis, serta Sertifikat Laik Fungsi (SLF) sebelum digunakan.
    • Fakta: Pagar Gudhas Village yang melanggar ketentuan teknis seharusnya tidak memenuhi syarat penerbitan SLF. Namun, hingga saat ini, tidak ada tindakan tegas dari pemerintah.
Baca juga:  AWaSI Jambi Tekankan ke Kejari: Transparansi Proyek PUPR adalah Harga Mati!

 

Aliansi Wartawan Siber Indonesia (AWaSI) Jambi menilai kasus pagar Gudhas Village ini adalah simbol runtuhnya penegakan hukum di Kota Jambi. Ketua AWaSI Jambi, Erfan Indriyawan, SP, menyampaikan pernyataan keras terkait hal ini.

“Ini bukan sekadar pagar beton! Ini adalah bukti nyata bahwa Pemerintah Kota Jambi tidak mampu, atau bahkan tidak mau, menegakkan aturan. Bagaimana mungkin pelanggaran yang sudah terang-terangan dibiarkan? Jika pemerintah hanya diam, masyarakat berhak mempertanyakan keberpihakan mereka. Apakah hukum di Kota Jambi hanya untuk rakyat kecil, sementara pengusaha besar kebal aturan?” tegas Erfan dengan nada marah.

Wakil Ketua AWaSI Jambi, Kang Maman, menyuarakan kritik lebih tajam:
“Pemerintah Kota Jambi harus malu! Sudah ada laporan, sudah ada audiensi, tapi pagar ini tetap berdiri kokoh. Kalau mereka tidak mampu bekerja, lebih baik tinggalkan kursi empuk mereka! Jangan biarkan hukum dipermainkan oleh pengusaha yang merasa kebal aturan. Rakyat tidak butuh pemimpin yang takut atau tunduk pada orang-orang seperti itu!”

Baca juga:  Belanja Makan Minum KPU Provinsi Jambi Disorot, Donner Gultom : Ada Indikasi

 

Mengapa Pemerintah Diam?

Fakta bahwa pagar ini masih berdiri kokoh meskipun jelas melanggar aturan membuat publik berspekulasi tentang adanya “perlakuan khusus” kepada pemilik Gudhas Village. Pemilik restoran ini dikenal sebagai tokoh berpengaruh dengan jaringan luas, sehingga ada dugaan kuat bahwa laporan masyarakat sengaja diabaikan.

“Kami ingin tahu, apa alasan pemerintah tidak membongkar pagar ini? Apakah karena pemiliknya seorang yang berkuasa? Atau memang pemerintah kita sudah kehilangan nyali untuk menegakkan hukum?” ujar Ludwig, seorang aktivis yang juga terlibat dalam pengawalan kasus ini.

 

Ultimatum AWaSI Jambi: Tindakan atau Mundur!

AWaSI Jambi menuntut Pemerintah Kota Jambi, khususnya Dinas PUPR, untuk segera bertindak dalam waktu dua minggu. Jika tidak ada langkah nyata, AWaSI akan:

  1. Melaporkan kasus ini ke Ranah Hukum dan Tingkat Lebih Tinggi.
  2. Menggelar aksi besar-besaran bersama masyarakat Kota Jambi.
Baca juga:  "Pengawasan Mandul! Tronton Batubara Bebas Beraksi, Aturan Cuma Pajangan?"

“Jangan sampai kami harus turun ke jalan untuk menegakkan keadilan. Jika pemerintah tidak bertindak, kami akan pastikan kasus ini menjadi perhatian nasional. Kota Jambi butuh pemimpin yang tegas, bukan pemimpin yang bisu!” ujar Erfan menutup pernyataannya.

 

Kasus pagar Gudhas Village bukan hanya soal bangunan fisik, tetapi juga soal keadilan, integritas, dan keberanian pemerintah dalam menegakkan aturan. Jika kasus ini terus dibiarkan, maka kepercayaan masyarakat terhadap Pemerintah Kota Jambi akan hancur total.

Masyarakat menunggu langkah nyata, bukan sekadar janji. Jika hukum terus dipermainkan, jangan salahkan publik jika mereka mulai meragukan keberadaan pemerintah yang seharusnya menjadi pelindung keadilan.

Kontak Media:
Aliansi Wartawan Siber Indonesia (AWaSI) Jambi

Erfan/Kang Maman

No. Tlpn : 0831.1202.2999/0816.3278.9500