Kota Jambi, 04 Februari 2025 – Dalam era digital saat ini, banyak orang yang menggunakan media sosial untuk menyebarkan informasi, termasuk untuk menagih utang dengan memposting nama atau identitas seseorang yang memiliki kewajiban finansial. Namun, apakah tindakan ini diperbolehkan secara hukum? Bidang Hukum Aliansi Wartawan Siber Indonesia (AWaSI) Jambi, Advokat Sonny J.P Pardede, S.H., memberikan penjelasan terkait aspek hukum dari tindakan memviralkan orang yang berutang di media sosial.

Menurutnya, tindakan ini berpotensi melanggar hukum dan dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik atau penghinaan, tergantung pada isi unggahan dan dampaknya terhadap individu yang bersangkutan.

 

Pengertian Viral dan Dampaknya dalam Hukum

Sebelum membahas aspek hukumnya, perlu dipahami terlebih dahulu arti dari kata viral.

  • Menurut KBBI, viral berarti menyebar luas dan cepat seperti virus, biasanya di dunia maya atau media sosial.
  • Memviralkan berarti menyebarluaskan suatu informasi secara cepat dan luas dengan tujuan agar diketahui banyak orang.

Sesuatu yang viral dapat berdampak positif maupun negatif.

  • Dampak positif: Informasi kecelakaan yang diviralkan sehingga petugas keselamatan segera bertindak.
  • Dampak negatif: Identitas seseorang yang berutang dipublikasikan dan menyebar luas, sehingga menyebabkan rasa malu, gangguan psikologis, hingga kerugian reputasi.

“Ketika seseorang memposting nama atau identitas seseorang yang berutang dengan maksud mempermalukan atau memberikan tekanan sosial, hal ini dapat dikategorikan sebagai pencemaran nama baik dan berpotensi terkena sanksi hukum,” jelas Advokat Sonny J.P Pardede, S.H.

 

Memviralkan Utang: Bisa Dipidana?

Tindakan memviralkan seseorang yang memiliki utang dapat dikenai pasal pencemaran nama baik atau penghinaan, baik berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) lama maupun KUHP baru yang akan berlaku mulai tahun 2026.

  1. Pencemaran Nama Baik dalam KUHP Lama dan KUHP Baru
Baca juga:  "Sekolah Menderita, Kepala Dinas Pendidikan Kota Jambi Abai"

Pasal 310 KUHP Lama

  • Pencemaran lisan: Pidana penjara maksimal 9 bulan atau denda maksimal Rp4,5 juta.
  • Pencemaran tertulis atau dalam bentuk gambar yang disebarluaskan: Pidana penjara maksimal 1 tahun 4 bulan atau denda maksimal Rp4,5 juta.
  • Tidak dianggap pencemaran jika dilakukan untuk kepentingan umum atau membela diri.

Pasal 433 UU 1/2023 (KUHP Baru, Berlaku 2026)

  • Pencemaran lisan: Pidana penjara maksimal 9 bulan atau denda maksimal Rp10 juta.
  • Pencemaran tertulis atau gambar yang disebarluaskan: Pidana penjara maksimal 1 tahun 6 bulan atau denda maksimal Rp50 juta.
  • Tidak dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau membela diri.

“Jika unggahan mengenai utang seseorang mengandung unsur yang merusak reputasi atau menyerang kehormatan seseorang, maka perbuatan tersebut bisa dikategorikan sebagai pencemaran nama baik dan dapat diproses hukum,” ujar Advokat Sonny J.P Pardede, S.H.

 

  1. Pencemaran Nama Baik melalui Media Sosial (UU ITE 2024)

Jika pencemaran dilakukan melalui media sosial atau internet, maka berlaku Pasal 27A jo. Pasal 45 ayat (4) UU ITE 2024, yang menyatakan:

  • Setiap orang yang menyerang kehormatan atau nama baik orang lain melalui informasi elektronik dapat dipidana dengan penjara maksimal 2 tahun dan/atau denda maksimal Rp400 juta.

Namun, jika unggahan hanya menyatakan fakta bahwa seseorang memiliki utang tanpa unsur penghinaan atau fitnah, maka hal ini tidak termasuk pencemaran nama baik.

Baca juga:  "AWaSI Jambi: Danau Sipin Bukan Tempat Sampah! Mana Peran Pemerintah?"

Sebaliknya, jika dalam unggahan terdapat kata-kata penghinaan, ejekan, atau cacian, maka bisa dijerat dengan:

  • Pasal 315 KUHP Lama atau Pasal 436 UU 1/2023 tentang penghinaan ringan.

 

Perjanjian untuk Memviralkan Utang, Apakah Sah Secara Hukum?

Beberapa pihak mungkin membuat perjanjian tertulis bahwa jika utang tidak dibayar, maka pemberi utang berhak untuk memviralkan identitas peminjam. Namun, apakah perjanjian ini sah secara hukum?

Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, syarat sahnya suatu perjanjian meliputi:

  1. Kesepakatan para pihak.
  2. Kecakapan untuk membuat perikatan hukum.
  3. Objek yang jelas.
  4. Sebab yang tidak bertentangan dengan hukum.

Jika suatu perjanjian mengandung unsur yang melanggar hukum, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.

Menurut Pasal 1335 dan Pasal 1337 KUH Perdata, perjanjian tidak sah jika:

  • Melanggar peraturan perundang-undangan.
  • Bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum.

Karena pencemaran nama baik adalah perbuatan yang dilarang oleh hukum, maka perjanjian yang mengizinkan memviralkan utang tidak memiliki kekuatan hukum dan batal demi hukum.

 

Cara Hukum yang Benar dalam Menagih Utang

Daripada mengambil tindakan yang berisiko hukum, ada beberapa langkah yang lebih bijak untuk menagih utang:

  1. Komunikasi langsung dan negosiasi dengan pengutang.
  2. Memberikan tenggat waktu dan kesempatan untuk mencicil jika memungkinkan.
  3. Membuat perjanjian tertulis atau menggunakan jaminan hukum untuk mengamankan pembayaran utang.
  4. Menggunakan jalur hukum yang sah, seperti mengajukan gugatan perdata ke pengadilan atau melaporkan kepada pihak Kepolisian apabila ada dugaan unsur pidana dalam hutang piutang tersebut.
Baca juga:  "Serangan Truk Batubara: Jambi Dibantai Muatan Ilegal!"

“Dalam hal ini, memviralkan seseorang bukanlah cara yang tepat untuk menagih utang. Jika ingin menuntut pembayaran, sebaiknya gunakan cara yang sah dan tidak melanggar hukum,” tambah Advokat Sonny J.P Pardede, S.H.

 

Kesimpulan

  • Memviralkan orang yang berutang di media sosial tidak dianjurkan dan dapat berisiko hukum.
  • Jika unggahan bersifat fakta tanpa penghinaan, tidak dapat dijerat dengan pasal pencemaran nama baik.
  • Jika unggahan mengandung unsur penghinaan, cacian, atau merusak kehormatan seseorang, dapat diproses hukum berdasarkan KUHP dan UU ITE.
  • Perjanjian yang mengizinkan pemviralan utang tidak sah dan batal demi hukum.
  • Langkah terbaik adalah menyelesaikan masalah utang dengan komunikasi, perjanjian hukum yang sah, atau melalui jalur perdata.

 

TENTANG AWaSI Jambi :

Pernah membayangkan apa jadinya jika jurnalis siber, LSM, dan advokat bersatu dalam satu gerakan? Di situlah AWaSI (Aliansi Wartawan Siber Indonesia) Jambi memainkan perannya. Organisasi ini memadukan ketajaman investigasi media digital, kekuatan advokasi sosial, serta kepastian pendampingan hukum, demi mengawal transparansi dan memberantas korupsi. Berangkat dari semangat independensi dan profesionalisme, AWaSI Jambi tak sekadar menyuarakan kebenaran—namun berusaha mendorong partisipasi aktif masyarakat agar tercipta ruang publik yang lebih bersih, adil, dan berintegritas. Bergabung dengan AWaSI Jambi berarti turut menyalakan lentera perubahan di era informasi tanpa batas.

 

Kontak PERS :
Bidang Hukum AWaSI Jambi : Advokat Sonny J.P Pardede, S.H (0823.1296.6678)

Penulis : Kang Maman – Andrew SIhite

Jabatan : Jurnalis Muda

No. Tlpn : 0816.3278.9500