ISU : ADA UANG ADA SUARA, ADA SUARA ADA UANG

 

Oleh : Dr. FAHMI RASID,.M.AP
STAF PENGAJAR UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAMBI (UMJ)
Doktor Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)

Pada tahun ini seluruh wilayah di Negera Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah dan akan melaksanakan tahapan Pilkada, dan dalam waktu dekat ini tahapan yang dilaksanakan adalah Penelitian Persyaratan Pasangan Calon Bupati/Walikota maupun Gubernur dan pasangannya, dan sebentar lagi akan menuju pada tahapan Penetapan Pasangan Calon Bupati/Walikota maupun Gubernur dan pasangannya, lalu setelah itu baru masuk pada tahapan yang sangat penting yakni Tahapan Kampanye dan nanti akan diikuti Tahapan Utama pada tanggal 27 November 2024 yaitu pencoblosan pelaksanaan pemungutan suara, dalam hal ini akan diikuti sebanyak 38 Provinsi di Indonesia yang ikut serta dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur. Jumlah ini termasuk provinsi baru yang dibentuk dalam beberapa tahun terakhir, seperti Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya. Kemudian ada 542 Kabupaten dan Kota di Indonesia. Ini terdiri dari 415 Kabupaten dan 127 Kota untuk pemilihan kepada daerah Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, Jumlah ini dapat berubah jika ada perubahan administratif atau pembentukan daerah baru.

Perhelatan akbar ini tentu mempunyai aturan hukum yang mengaturnya, landasan hukum yang pasti menjadi acuan terlaksananya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024, ada beberapa Undang-undang di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan pemilu dan pemilihan kepala daerah. Beberapa undang-undang utama yang mengatur Pilkada 2024 antara lain:

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Undang-undang ini adalah perubahan kedua dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 yang mengatur tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Undang-undang ini menjadi dasar hukum pelaksanaan Pilkada di Indonesia, termasuk mengatur prosedur pencalonan, kampanye, pemungutan suara, dan sengketa Pilkada. Undang-undang ini juga mencakup ketentuan tentang jadwal Pilkada, yang telah diubah menjadi serentak nasional pada tahun 2024.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Undang-undang ini mengatur tentang pelaksanaan pemilu legislatif, pemilu presiden, dan pemilu kepala daerah (Pilkada). Meskipun fokus utamanya adalah Pemilu, Undang-undang ini juga mempengaruhi pelaksanaan Pilkada, terutama dalam konteks keserentakan dan sinkronisasi jadwal pemilu nasional dan Pilkada. Undang-undang ini juga mengatur mekanisme pengawasan, penegakan hukum, dan penyelesaian sengketa pemilu, yang relevan dengan proses Pilkada.

Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang mengatur mengenai pelaksanaan Pilkada 2024 adalah PKPU Nomor 10 Tahun 2023. PKPU ini mengatur tentang pencalonan dalam Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang akan berlangsung pada tahun 2024. Peraturan KPU (Komisi Pemilihan Umum). Sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pemilu, termasuk Pilkada, mengeluarkan berbagai peraturan dan keputusan yang lebih teknis untuk melaksanakan ketentuan yang ada dalam undang-undang. Peraturan KPU ini mencakup berbagai aspek seperti pendaftaran pemilih, penetapan calon, kampanye, dan tata cara pemungutan serta penghitungan suara.

Untuk Pilkada 2024, undang-undang dan peraturan ini akan menjadi acuan utama dalam pelaksanaan seluruh proses, dari tahap persiapan hingga penetapan hasil. Pemerintah dan KPU diharapkan bekerja sama dalam memastikan bahwa Pilkada berlangsung SECARA ADIL, TRANSPARAN, DAN SESUAI DENGAN KETENTUAN HUKUM YANG BERLAKU.

 

Pemilihan Kepala Daerah Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota serta Gubernur dan Wakil Gubernur yang dikatakan dilakukan secara adil, transparan, dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku adalah fondasi dari demokrasi yang sehat dan bersih. Berikut adalah beberapa elemen penting yang harus ada untuk memastikan Pilkada tersebut dikatakan berlangsung secara adil, transparan, dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku tersebut :

Keadilan : Pemilu harus dilaksanakan tanpa diskriminasi, dengan memberikan kesempatan yang sama kepada semua calon. Setiap pemilih harus memiliki hak yang sama untuk memberikan suara, dan semua suara harus memiliki bobot yang sama.

Transparansi : Proses Pemilu harus terbuka dan dapat diawasi oleh publik serta lembaga pemantau independen. Informasi terkait penyelenggaraan Pemilu, termasuk data pemilih, hasil suara, dan proses penghitungan, harus dapat diakses oleh publik untuk memastikan tidak ada kecurangan.

Kepatuhan pada Hukum : Pemilu harus dijalankan sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku, termasuk ketentuan tentang kampanye, pendanaan, pendaftaran pemilih, dan proses pemungutan serta penghitungan suara. Badan pengawas Pemilu harus independen dan memiliki wewenang untuk menindak pelanggaran.

Pengawasan dan Penegakan Hukum: Ada mekanisme yang efektif untuk mengawasi jalannya Pemilu dan menindak pelanggaran, termasuk pengadilan khusus Pemilu yang dapat menyelesaikan sengketa dengan cepat dan adil.

Partisipasi Publik : Pemilih harus didorong untuk berpartisipasi aktif dalam proses Pemilu, termasuk memberikan suara dan ikut serta dalam proses pengawasan. Edukasi politik yang luas juga penting untuk memastikan pemilih membuat keputusan yang berdasarkan informasi.

Baca juga:  "Jalan Umum Jadi Korban! Truk Batubara Lolos Meski Aturan Jelas Melarang!"

Independensi Penyelenggara Pemilu : Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan lembaga terkait lainnya harus bekerja secara independen, bebas dari tekanan politik dan konflik kepentingan, untuk memastikan proses Pilkada berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Implementasi elemen-elemen ini akan membantu memastikan Pemilu yang adil, transparan, dan sesuai dengan ketentuan hukum, serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap hasil Pemilu.

Dalam prosesnya ada banyak kekwatiran dari berbagai elemen di Masyarakat terkait dengan resiko pelaksanaanya, hal tersebut dapat digambarkan pada resiko politik yang timbul, Resiko politik tersebut adalah kemungkinan bahwa peristiwa politik, kebijakan pemerintah, atau perubahan dalam struktur politik dapat mempengaruhi operasi bisnis, investasi, atau keputusan ekonomi lainnya. Resiko ini dapat mencakup berbagai aspek, seperti perubahan regulasi, pergantian pemerintahan, konflik politik, kebijakan perdagangan, atau ketidakstabilan sosial yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi dan bisnis di negara dimana proses pelaksanaan Pilkada tersebut tidak dilakukan dengan baik sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Undang-undang dimaksud.

Resiko politik yang ditimbulkan dapat contohkan minsalkan sebagai berikut : 1) Perubahan Kebijakan Pemerintah : Misalnya, perubahan tarif pajak atau peraturan lingkungan yang dapat mempengaruhi profitabilitas bisnis. 2) Konflik atau Ketidakstabilan Politik: Seperti perang, pemberontakan, atau ketidakstabilan politik yang dapat mengganggu operasi bisnis. 3) Ekspropriasi atau Nasionalisasi : Pemerintah mengambil alih aset asing tanpa kompensasi yang memadai. 4) Pembatasan Mata Uang : Pembatasan pada konversi atau transfer mata uang yang dapat mempengaruhi pengembalian investasi internasional. Perusahaan dan investor sering kali menggunakan analisis resiko politik untuk menilai potensi dampak dari faktor-faktor ini dan mengambil langkah-langkah mitigasi untuk melindungi investasi mereka.

 

PRAHARA MONEY POLITIK.

Ada fenomena yang terjadi pada sisi lain terhadap pelaksaan Pilkada serentak yang dilakukan yakni Prahara money politik, hal ini merujuk pada situasi yang penuh masalah dan kontroversi yang timbul dari praktik-praktik politik uang (money politics). Praktik ini melibatkan penggunaan uang atau keuntungan materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih, pejabat, atau partai politik guna mencapai tujuan tertentu, seperti memenangkan pemilihan atau mendapatkan kekuasaan politik.

Ada beberapa aspek dari prahara money politik ini yang dapat saja terjadi dalam pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2024, yaitu :

Korupsi Demokrasi : Money politik merusak integritas proses demokrasi dengan menggantikan suara rakyat dengan kekuatan uang. Hal ini menciptakan ketidakadilan dalam sistem politik dan menyebabkan terpilihnya pemimpin yang mungkin tidak kompeten atau tidak berpihak pada kepentingan publik.

Pengaruh Buruk pada Kebijakan Publik : Pejabat yang terpilih melalui money politik sering kali lebih loyal kepada penyandang dana mereka daripada kepada konstituen. Akibatnya, kebijakan publik dapat lebih menguntungkan kelompok tertentu dan merugikan kepentingan umum.

Ketidakpercayaan Publik : Maraknya money politik dapat mengikis kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik dan pemerintah, menciptakan apatisme politik atau bahkan protes sosial.

Penguatan Oligarki : Praktik ini sering kali memperkuat posisi elit kaya dalam politik, karena mereka memiliki sumber daya untuk membiayai kampanye dan membeli suara, sehingga memperdalam ketimpangan kekuasaan di dalam masyarakat.

Prahara money politik biasanya memunculkan diskusi serius tentang perlunya reformasi politik, regulasi yang lebih ketat, serta upaya penegakan hukum yang lebih tegas untuk mencegah dan menghukum praktik ini.

 

RESIKO MONEY POLITIK.

Setiap perbuatan atau Tindakan pasti ada resiko yang ditimbulkan, Resiko money politik ini sangat merugikan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dalam catatan Sejarah demokrasi di Indonesia ada beberapa resiko yang timbul dari praktik money politik yang dilakukan oleh kelompok atau sekelompok orang yang tidak bertanggung jawab, adalah sebagai berikut :

Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan : Pejabat yang terpilih melalui money politik cenderung merasa berutang kepada pihak yang memberikan dukungan finansial, yang dapat mendorong mereka untuk melakukan korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan untuk menguntungkan penyandang dana tersebut. Ini bisa mengarah pada proyek-proyek publik yang tidak transparan, kontrak yang tidak adil, dan pengambilan keputusan yang tidak didasarkan pada kepentingan publik.

Kebijakan Publik yang Tidak Adil : Pejabat yang terlibat dalam money politik mungkin memprioritaskan kebijakan yang menguntungkan para donatur atau elit tertentu, bukan kebijakan yang mendukung kesejahteraan masyarakat luas. Ini bisa menciptakan ketimpangan sosial yang semakin parah dan menghambat pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Erosi Kepercayaan Publik : Maraknya money politik dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik dan lembaga pemerintahan. Ketidakpercayaan ini bisa memicu apatisme politik, dimana masyarakat menjadi enggan untuk terlibat dalam proses demokrasi. Ketidakpercayaan ini juga bisa meningkatkan ketegangan sosial dan potensi konflik, karena masyarakat merasa diperlakukan tidak adil oleh pemimpin yang mereka pilih.

Baca juga:  TAK LEBIH DARI 1X24 JAM POLISLINE SPBU DIMERANGIN JAMBI DIBUKA KEMBALI,ADA APA DENGAN SEMUA INI..?

Pelemahan Institusi Demokrasi : Money politik merusak prinsip-prinsip demokrasi, dimana keputusan seharusnya didasarkan pada partisipasi dan suara rakyat yang merdeka. Ketika uang menjadi penentu utama dalam pemilihan atau pengambilan keputusan politik, institusi demokrasi menjadi lemah dan tidak berfungsi dengan baik.

Ketidakstabilan Politik dan Sosial : Ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah yang korup dan sistem yang tidak adil bisa memicu ketidakstabilan politik dan sosial. Dalam jangka panjang, ketidakstabilan ini bisa menyebabkan krisis politik yang mengancam stabilitas negara secara keseluruhan.

Penguatan Oligarki : Money politik sering kali memperkuat dominasi kelompok oligarki yang memiliki kekayaan untuk mempengaruhi politik. Hal ini memperburuk ketimpangan kekuasaan dan menghalangi kesempatan bagi individu atau kelompok yang kurang mampu untuk berpartisipasi dalam politik.

Secara keseluruhan, money politik berisiko merusak tatanan sosial dan politik dengan mengorbankan prinsip-prinsip keadilan, integritas, dan demokrasi.

 

ISU “ADA UANG ADA SUARA, ADA SUARA ADA UANG”

Pada Pilkada tahun ini ada banyak istilah atau isu yang terjadi dibeberapa wilayah di Indonesia, hal ini barangkali juga terjadi di wilayah Provinsi Jambi. Istilah atau isu tersebut adalah “ada suara ada uang” dan “ada uang ada suara” mencerminkan praktik dalam politik di mana uang digunakan sebagai alat untuk mendapatkan dukungan suara, atau sebaliknya, suara diberikan dengan imbalan uang.

“Ada suara ada uang” : Istilah ini menggambarkan situasi di mana seseorang atau sekelompok orang memberikan suara mereka (misalnya dalam pemilihan) dengan harapan atau janji mendapatkan uang atau kompensasi material lainnya. Ini menunjukkan bentuk hubungan transaksional antara pemilih dan kandidat, di mana dukungan politik diberikan sebagai balasan atas imbalan finansial.

“Ada uang ada suara” : Sebaliknya, istilah ini menggambarkan situasi di mana uang digunakan sebagai alat untuk membeli dukungan politik. Dalam hal ini, uang menjadi sarana utama untuk mendapatkan suara dalam pemilihan atau dukungan dalam pengambilan keputusan politik.

Kedua istilah ini secara umum mencerminkan praktik money politics yang mengancam integritas proses demokrasi, karena suara dan dukungan politik seharusnya didasarkan pada VISI, MISI dan PROGRAM, dan KOMPETENSI KANDIDAT, Bukan Pada Transaksi Finansial.

 

UPAYA PENCEGAHAN.

Menghindari masalah money politik memerlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga para calon pemimpin itu sendiri yakni Pasangan Calon Bupati/Walikota maupun Gubernur dan pasangannya. Berikut ini adalah beberapa Upaya dan cara yang mungkin dapat di lakukan untuk menghindari dan mengatasi masalah money politik:

Pendidikan dan Kesadaran Publik : Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya money politik dan pentingnya menjaga integritas dalam pemilihan. Pendidikan politik yang lebih baik akan membuat pemilih lebih kritis dan enggan menerima imbalan materi untuk suara mereka. Kampanye sosial dan pendidikan di sekolah-sekolah serta komunitas dapat memperkuat pemahaman masyarakat tentang hak dan kewajiban mereka sebagai pemilih.

Penegakan Hukum yang Tegas : Memperkuat kerangka hukum dan peraturan yang melarang praktik money politik. Hukuman yang tegas dan penegakan hukum yang efektif dapat menjadi pencegah utama bagi individu atau kelompok yang berniat melakukan money politik. Lembaga seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) perlu diberdayakan dengan MAKSIMAL untuk melakukan pengawasan yang ketat selama proses pemilihan dan menindak tegas pelanggaran.

Transparansi Dana Kampanye : Memastikan bahwa semua dana yang digunakan dalam kampanye politik harus dilaporkan secara transparan dan diaudit secara terbuka. Ini termasuk sumber dana dan bagaimana dana tersebut digunakan. Mewajibkan kandidat untuk membuka rekening kampanye khusus yang bisa diawasi oleh otoritas yang berwenang.

Penguatan Institusi Demokrasi : Memperkuat Lembaga-lembaga demokrasi seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu untuk memastikan pemilu yang adil dan bebas dari pengaruh uang. Meningkatkan kapasitas dan independensi Lembaga-lembaga ini untuk menjalankan tugasnya tanpa intervensi dari pihak yang berkepentingan.

Partisipasi dan Pengawasan Masyarakat : Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi proses pemilihan, termasuk dengan melaporkan indikasi adanya praktik money politik. Media massa dan Organisasi Masyarakat Sipil (LSM) juga harus berperan aktif dalam mengawasi dan melaporkan kasus money politik.

Reformasi Politik dan Pendanaan : Melakukan reformasi dalam sistem pendanaan politik untuk mengurangi ketergantungan kandidat pada donasi besar yang seringkali disertai dengan syarat dan tekanan politik. Negara bisa menyediakan pendanaan publik untuk kampanye agar kandidat tidak terlalu bergantung pada donatur swasta yang bisa memicu praktik money politik.

Penguatan Etika Politik : Mendorong partai politik dan kandidat untuk mengadopsi standar etika yang tinggi, termasuk menolak penggunaan uang untuk mempengaruhi hasil pemilihan. Memberikan penghargaan kepada kandidat atau partai yang menunjukkan integritas dan transparansi selama proses kampanye.

Baca juga:  Ahmad Bayu Swarnadwipa, Duta Bertutur Provinsi Jambi 2024

Penghargaan dan Insentif untuk Kepatuhan : Memberikan penghargaan atau insentif kepada kandidat, partai politik, dan konstituen yang menunjukkan kepatuhan terhadap aturan dan etika kampanye, termasuk dalam menolak money politik. Insentif ini bisa berupa pengakuan publik, dukungan finansial tambahan, atau fasilitas kampanye yang lebih baik.

Dengan pendekatan-pendekatan ini, diharapkan praktik money politik dapat ditekan, sehingga tercipta proses pemilihan yang lebih adil dan transparan, yang pada akhirnya akan menghasilkan pemimpin yang benar-benar berkomitmen untuk melayani kepentingan publik.

 

PERAN PENTING MASYARAKAT.

Masyarakat memiliki peran penting dalam mencegah praktik money politik, yang dapat merusak integritas demokrasi dan merugikan kepentingan publik. Dapat digambarkan beberapa cara di mana masyarakat dapat berperan sangat urgens dalam mencegah money politik ini adalah sebagai berikut :

Meningkatkan Kesadaran dan Pendidikan Politik ; Penyebaran Informasi : Masyarakat bisa aktif dalam menyebarkan informasi tentang bahaya money politik dan pentingnya pemilihan yang bersih. Ini bisa dilakukan melalui media sosial, diskusi komunitas, atau acara pendidikan politik. Pendidikan Pemilih : Terlibat dalam program-program pendidikan pemilih yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang hak-hak mereka dan dampak negatif dari menerima uang untuk suara.

Pengawasan dan Pelaporan ; Aktif Mengawasi : Masyarakat bisa berperan sebagai pengawas dalam pemilu, mengamati perilaku para kandidat dan partai politik selama kampanye. Pelaporan Pelanggaran: Jika menemukan indikasi praktik money politik, masyarakat dapat melaporkannya kepada pihak berwenang seperti Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). Laporan yang akurat dan tepat waktu bisa membantu mencegah terjadinya kecurangan.

Menolak Tawaran Money Politik ; Menjaga Integritas : Masyarakat dapat menolak tawaran uang atau keuntungan lainnya yang diberikan untuk mempengaruhi suara mereka. Ini merupakan langkah paling langsung dan signifikan dalam memerangi money politik. Mengedukasi Orang Lain : Mengajak keluarga, teman, dan tetangga untuk juga menolak praktik money politik, dan memahami dampak negatifnya bagi masyarakat luas.

Terlibat Aktif dalam Proses Pemilihan ; Partisipasi dalam Pemilu : Masyarakat harus berpartisipasi aktif dalam proses pemilihan dengan memilih calon yang jujur, kompeten, dan memiliki program yang jelas. Menggunakan Hak Suara dengan Bijak : Masyarakat harus memilih berdasarkan PROGRAM, VISI, DAN MISI Sang calon, bukan karena tekanan atau iming-iming materi.

Mendukung Kandidat yang Berintegritas ; Memilih Kandidat yang Bersih : Mendukung dan memilih kandidat yang memiliki rekam jejak yang baik, berintegritas, dan tidak terlibat dalam praktik money politik. Kampanye Positif : Terlibat dalam kampanye mendukung kandidat yang bersih dan menolak kandidat yang terlibat dalam money politik.

Kolaborasi dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ; Mendukung Inisiatif Anti-Korupsi : Bekerja sama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang fokus pada isu-isu anti-korupsi dan pemilu bersih, seperti membantu dalam kampanye anti money politik atau partisipasi dalam pemantauan pemilu. Pelatihan dan Workshop : Mengikuti pelatihan atau workshop yang diselenggarakan oleh LSM untuk lebih memahami cara mengidentifikasi dan melawan praktik money politik. Menggunakan Media Sosial secara Bijak Mengungkap Praktik Money Politik : Masyarakat dapat menggunakan media sosial untuk mengungkap dan menyebarkan informasi tentang kasus-kasus money politik, serta mendiskusikan dampak buruknya.

Kampanye Edukasi : Melakukan kampanye edukasi di media sosial untuk mengajak masyarakat lain menolak praktik money politik.

 

 

Dengan partisipasi aktif dan kesadaran yang tinggi, masyarakat dapat menjadi kekuatan utama dalam mencegah dan melawan money politik, serta memastikan bahwa proses demokrasi berjalan dengan adil dan bersih.

 

Oleh sebab itu, ada banyak harapan yang ditunggu oleh Masyarakat, demi kemajuan suatu negeri dengan terpilihnya pemimpin yang memberikan manfaat banyak bagi kepentingan umat, harapan penulis barangkali juga menjadi harapan kita semua adalah jadilah pemilih yang CERDAS, dan CERDAS dalam memilih Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota serta Gubernur dan Wakil Gubernur, dengan melihat, menganalisis dan memperhatikan rekam jejak, integritas, serta apa saja yang telah diperbuat atau yang telah dilakukan oleh calon Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota serta Gubernur dan Wakil Gubernur pada Masyarakat banyak atas KEPEMIMPINANNYA TERDAHULU pada suatu negeri, kita jangan terjebak dengan iming-iming imbalan uang yang bisa merusak tatanan kehidupan lima tahun yang akan datang, dan yang paling penting adalah himbauan kepada Masyarakat yang mempunyai hak pilih mari kita datang Bersama-sama ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada tanggal 27 November 2024 untuk memilih para calon Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota serta Gubernur dan Wakil Gubernur untuk periode 2024-2029.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan