Awasi.id(Jambi) – Kejahatan berkedok legalitas kembali terjadi di Kota Jambi. Kali ini, insiden perampasan mobil secara paksa yang dilakukan oleh debt collector kembali mencoreng nama Mandiri Utama Finance, sebuah perusahaan pembiayaan terkemuka di Indonesia. Tindakan biadab ini berlangsung di Jambi Town Square (Jamtos), salah satu pusat perbelanjaan paling ramai di kota ini, di mana sejumlah orang yang mengaku sebagai debt collector dengan arogan merampas mobil milik konsumen tanpa prosedur yang sah. Selasa, 3 September 2024.
Insiden Brutal di Jamtos Pada hari Selasa, 3 September 2024, sekitar pukul 14.00 WIB, Martias, seorang warga Kota Sungai Penuh yang juga merupakan anggota Pemuda Pancasila, sedang menemani anaknya berbelanja perlengkapan sekolah di Jamtos. Tanpa diduga, sekelompok orang yang mengaku sebagai debt collector dari Mandiri Utama Finance mendatangi mobil Suzuki Ertiga yang dipakai oleh Martias. Mereka tidak hanya menebar ancaman, tetapi juga secara brutal mencoba merampas mobil tersebut di hadapan anak-anak dan para pengunjung lainnya.
Tidak berhenti di situ, mereka dengan tanpa ampun memaksa Martias untuk mengikuti mereka ke dalam mobil, sementara anaknya diperintahkan untuk pulang dengan ojek. Pengalaman traumatis ini menunjukkan betapa kejamnya metode yang digunakan oleh para debt collector, yang beroperasi di bawah payung legalitas perusahaan pembiayaan, namun dengan tindakan yang jelas-jelas melanggar hukum.
Perampasan di Kantor Mandiri Utama Finance Setelah dipaksa mengikuti debt collector tersebut, Martias dibawa bukan ke tempat yang dijanjikan, melainkan langsung ke kantor Mandiri Utama Finance di Jelutung, Jambi. Di sana, mobil yang digunakannya dirampas secara paksa, dan salah satu rekannya, Ardi Wiranata, dipaksa turun dari mobil dengan kekerasan. Tindakan ini merupakan perampasan terang-terangan yang tidak dapat dibenarkan dalam konteks apa pun.
Martias kemudian dihadapkan dengan pemaksaan lain di dalam kantor Mandiri Utama Finance. Ia dipaksa menandatangani surat penyerahan unit mobil, namun dengan tegas menolak karena mobil tersebut bukan miliknya. Lebih mengejutkan lagi, ditemukan adanya tanda tangan palsu atas nama Martias pada dokumen tersebut. Hal ini memperjelas adanya pelanggaran hukum serius yang dilakukan di bawah pengawasan perusahaan.
Kejahatan Berkedok Legalitas Kejadian ini menunjukkan bahwa praktik perampasan mobil secara paksa oleh debt collector bukan hanya sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga kejahatan yang berkedok legalitas. Dengan alasan menegakkan perjanjian fidusia, para debt collector ini merampas barang milik konsumen secara ilegal, menggunakan ancaman dan kekerasan, tanpa memperhatikan prosedur hukum yang seharusnya dilalui.
Mandiri Utama Finance, sebagai perusahaan pembiayaan yang menggunakan jasa debt collector semacam ini, harus bertanggung jawab penuh atas tindakan para “rekanan” mereka. Ini bukan lagi sekadar pelanggaran administratif, tetapi sudah masuk dalam kategori tindak pidana yang harus dihukum dengan tegas. Tidak cukup dengan sekadar sanksi administratif, perusahaan yang membiarkan atau bahkan mendorong tindakan semacam ini harus diadili sesuai hukum yang berlaku.
Mendesak Tindakan Hukum yang Tegas Sudah saatnya pihak berwenang tidak lagi menutup mata terhadap tindakan semena-mena yang dilakukan oleh debt collector. Kejahatan yang terjadi di Jamtos ini bukanlah kasus pertama, dan jika tidak ada tindakan tegas, tidak akan menjadi yang terakhir. Masyarakat berhak mendapatkan perlindungan hukum yang jelas dari ancaman debt collector yang beroperasi di bawah nama perusahaan besar seperti Mandiri Utama Finance.
Kami mendesak aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK), untuk segera menyelidiki dan mengambil tindakan hukum yang tegas terhadap Mandiri Utama Finance dan para debt collector yang terlibat. Jika tidak, kejahatan berkedok legalitas ini akan terus merajalela, menciptakan rasa takut dan ketidakadilan di tengah masyarakat.
Sudah saatnya praktik debt collector yang menggunakan cara-cara ilegal ini diberantas habis. Perusahaan yang terbukti terlibat harus menerima sanksi hukum yang berat, sebagai peringatan bagi perusahaan lain yang masih menggunakan jasa debt collector dengan cara-cara tidak manusiawi. Keamanan dan keadilan bagi konsumen harus menjadi prioritas utama di negara hukum ini.
Tindak Tegas atau Hancur! Kejadian ini menjadi peringatan keras bagi semua pihak. Jika tindakan tegas tidak segera diambil, maka kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan perlindungan konsumen di Indonesia akan hancur. Jangan biarkan kejahatan berkedok legalitas ini terus memakan korban. Mandiri Utama Finance, sebagai perusahaan yang seharusnya melayani konsumen, justru menjadi momok yang menakutkan dengan mengedepankan kekerasan dan pemaksaan.
Indonesia tidak boleh menjadi ladang subur bagi praktik-praktik keji seperti ini. Sudah saatnya kita berkata cukup, dan menuntut keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu. (Kang Maman)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.