Awasi.id(Jambi) – Proyek pembangunan Jalan Tol Seksi 3 Tempino-Bayung Lencir kini dirundung masalah serius akibat kelalaian yang dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Arief W. Penanganan subkontrak yang tidak sesuai prosedur mengungkap bagaimana lemahnya pengawasan dalam proyek besar ini. Kasus ini memperlihatkan kelalaian mendasar yang dapat mengakibatkan kerugian negara dan masyarakat luas. Rabu, 02 Oktober 2024.

Ketidaktahuan PPK Arief W. atas Subkontrak Ilegal: Kelalaian yang Tak Bisa Ditolerir!

Dalam pengadaan barang/jasa pemerintah, PPK memegang kendali penuh untuk mengawasi setiap aspek pelaksanaan kontrak, termasuk pengelolaan subkontrak. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 secara jelas menegaskan bahwa pelaksanaan pekerjaan subkontrak harus melalui persetujuan tertulis dari PPK dan dituangkan dalam dokumen kontrak. Namun, apa yang terjadi pada proyek tol Tempino-Bayung Lencir menunjukkan pelanggaran serius terhadap aturan ini.

Baca juga:  “Tol untuk Kemajuan atau Beban? Warga Sungai Duren Merasa Terabaikan”

PPK Arief W. terbukti lalai, membiarkan PT. Hutama Karya (kontraktor utama) melakukan subkontrak kepada PT. Petronesia Benimel, yang kemudian menyub-subkontrakkan pekerjaan tersebut ke PT. Global Pratama Indonusa (GPI) tanpa persetujuan dan pengetahuan PPK. Kelalaian ini menunjukkan betapa buruknya pengawasan PPK Arief W. terhadap pelaksanaan proyek.

Apa Sebenarnya Tugas PPK Jika Subkontrak Ilegal Bisa Terjadi Tanpa Pengawasannya?

PPK adalah kunci utama dalam memastikan bahwa setiap tahapan proyek dilaksanakan sesuai ketentuan. Kelalaian ini menimbulkan pertanyaan besar: Apa sebenarnya tugas PPK Arief W. jika ia tidak mampu mengawasi subkontrak yang jelas-jelas melanggar peraturan? Apakah ini cerminan ketidakmampuan atau sikap abai terhadap tanggung jawab yang diembannya?

Subkontrak Ilegal, Kualitas Proyek dan Hak Masyarakat Dikesampingkan

Bukan hanya masalah administratif, kelalaian ini memiliki dampak nyata di lapangan. Sub-subkontrak yang dilakukan tanpa pengawasan dan persetujuan PPK berujung pada masalah pembayaran tanah yang dialami oleh Bapak Sugito dan Bapak Suyadi, yang hingga saat ini belum diselesaikan oleh PT. Global Pratama Indonusa (GPI). Bagaimana mungkin kelalaian seorang PPK bisa menciptakan kerugian nyata bagi masyarakat yang seharusnya dilindungi oleh negara?

Baca juga:  Tim Elang Sat Reskrim Polres Merangin Berhasil Ringkus Residivis Curanmor, 1 Pucuk Senpi Rakitan Turut Disita

Sanksi Hukum dan Desakan Evaluasi Kinerja PPK Arief W.

Menurut Pasal 18 Perpres No. 16 Tahun 2018 yang telah diperbarui oleh Perpres No. 12 Tahun 2021, keterlibatan subkontrak harus melalui persetujuan tertulis dari PPK. Jika terbukti PPK Arief W. tidak mengetahui atau sengaja mengabaikan proses ini, ia dapat dianggap melakukan pelanggaran administratif yang serius, dan sanksi tegas harus dijatuhkan.

Selain itu, kelalaian ini juga bisa mengarah pada konsekuensi hukum lain seperti wanprestasi dan potensi perbuatan melawan hukum jika menimbulkan kerugian bagi pihak lain. AWaSI Jambi menuntut evaluasi segera terhadap kinerja PPK Arief W. dan menuntut sanksi tegas sesuai aturan hukum yang berlaku.

Baca juga:  TKI Kerinci di Malaysia Ajak Semua Keluarga di Kerinci Dukung Tafyani-Ezi

Kelalaian yang Mengguncang Kepercayaan Publik

Kasus ini adalah contoh nyata kelalaian yang merusak kredibilitas pengelolaan proyek nasional. Jika seorang PPK dengan kewenangan penuh seperti Arief W. bisa melalaikan tugasnya dalam hal pengawasan subkontrak, bagaimana kita bisa mempercayai bahwa proyek besar lainnya akan dikelola dengan baik dan sesuai hukum?

Kami mendesak pihak berwenang segera bertindak dan memberikan sanksi tegas kepada PPK Arief W. yang telah mengabaikan tanggung jawabnya, menciptakan subkontrak yang tidak sah, dan berdampak buruk bagi masyarakat serta integritas proyek ini. (AwaSI-Team)

Kontak Pers:
Penulis : Kang Maman
Jabatan: Jurnalis Muda
Telepon: +62 816-3278-9500