Awasi.id(JAMBI)– Polemik angkutan batubara di Jambi semakin menjadi bukti nyata dari lemahnya pengawasan pemerintah. Debit air Sungai Batanghari yang semakin surut telah membuat para pengusaha tambang batubara terjebak dalam situasi yang memprihatinkan. Larangan penggunaan jalan umum dan jalan nasional, sebagaimana diatur dalam Instruksi Gubernur Jambi Nomor: 1/INGUB/DISHUB/2024, tak mampu menghentikan keberanian mereka untuk melanggar aturan demi kelangsungan bisnis. Sabtu, 24 Agustus 2024.
Situasi ini memaksa banyak pengusaha batubara untuk mengambil langkah nekat dengan menggunakan jalur darat meskipun telah dilarang. Kenyataannya, pengawasan pemerintah yang lemah telah memberi celah bagi mereka untuk melakukan pelanggaran ini secara terang-terangan.
Tim media menemukan banyak tronton yang nekad melintas di jalan darat menuju Pulau Jawa, meskipun jalur tersebut secara tegas telah dilarang. Ini bukan sekadar kebetulan, tetapi hasil dari pengawasan yang setengah hati dari pihak berwenang. Bagaimana bisa tronton-tronton bermuatan batubara dengan tonase lebih dari 35 ton melenggang bebas di jalan-jalan yang seharusnya steril dari angkutan berat?
Di sisi lain, pengusaha tambang juga menghadapi kendala di jalur sungai. Debit air Sungai Batanghari yang semakin surut telah membuat banyak tugboat dan tongkang kandas, memaksa mereka bersandar di tempat yang tidak semestinya. Di wilayah perairan Tembesi, Tugboat bersandar sembarangan, sementara di Rambutan Masam dan Malapari, tongkang-tongkang besar kandas, menghambat alur sungai.
Meski demikian, pemerintah seakan tutup mata terhadap kondisi ini. Larangan menggunakan jalan darat tidak diiringi dengan solusi nyata bagi para pengusaha tambang, yang terpaksa melanggar aturan demi kelangsungan hidup mereka dan para pekerjanya.
Seorang sumber yang mengetahui betul situasi ini menyatakan bahwa Gubernur Jambi, Al Haris, harus segera turun tangan dan memberikan solusi konkrit. “Ini bukan soal membangkang terhadap instruksi gubernur, tetapi karena pengawasan yang lemah dan tidak adanya alternatif solusi yang membuat pengusaha terpaksa melanggar aturan,” tegasnya.
Ia menambahkan, cuaca ekstrem yang menyebabkan surutnya Sungai Batanghari bisa memicu bahaya lebih besar, seperti tumpukan batubara yang terbakar sendiri jika dibiarkan terlalu lama di tempat terbuka. Ini menjadi ancaman serius yang tak bisa diabaikan.
Lebih mengejutkan lagi, beberapa sumber mengungkapkan bahwa tronton-tronton bermuatan batubara dengan bebas melintas di wilayah Kabupaten Muaro Jambi. Meskipun membawa surat jalan yang mencantumkan muatan batubara, fakta bahwa mereka melanggar aturan yang telah disepakati menunjukkan betapa lemahnya pengawasan dari pemerintah.
Jalur Penerokan-Tempino, yang seharusnya steril dari angkutan batubara, kini menjadi saksi bisu dari pengabaian terhadap kesepakatan yang ditandatangani oleh Gubernur Jambi, Ketua DPRD Provinsi Jambi, Kapolda Jambi, dan Sekretaris Daerah Provinsi Jambi pada 1 Januari 2024. Tronton-tronton ini dengan berani melintas tanpa hambatan, baik pagi, siang, maupun malam, dengan tujuan akhir ke Pulau Jawa.
Jika situasi ini terus dibiarkan tanpa tindakan tegas, maka jangan heran jika hukum di Jambi hanya menjadi pajangan. Pemerintah harus segera memperbaiki pengawasannya sebelum kondisi ini semakin tak terkendali. (SihitE)
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.